Langsung ke konten utama

Kepiting Hitagi - Bab 3 (Part 2)

KEPITING HITAGI
BAB 003 (part 2)


Nampaknya dia telah merencanakan ini dengan matang. Pertama-tama dia memanfaatkan keuntungan ketika mulutkan sedikit terbuka dengan memasukkan bilah cutter yang tipis sehingga mulutku menjadi terbuka lebar-lebar, lalu datanglah giliran staples besar untuk memenuhi rongga mulutku. Bisa kubilang ini adalah pertunjukan yang sangat terampil.

Siaaal!! Terakhir kali mulutku terasa sangat penuh adalah saat aku kelas enam SD, saat aku berkunjung ke dokter gigi untuk menambal gigi permanenku yang berlubang. Sejak saat itu, agar aku tak perlu lagi merasakan penderitaan itu, aku menjadi sangat rajin menggosok gigi. Setiap pagi, malam, dan setelah makan. Bahkan aku rela berepot-repot untuk selalu mengunyah permen xylitol. Dan sekarang, untuk mengalami situasi seperti saat ini, betapa buruk jalan hidup yang harus kutempuh...

Begitulah, dalam sekejap mata aku telah terperangkap. Rasanya seolah-olah jalan hidupku yang lurus-lurus saja sebagai siswa SMA biasa telah berubah total menjadi layaknya cerita fantasi yang mengerikan. Kenyataan bahwa Hanekawa berada di sebelah hanya dibatasi oleh dinding kelas, sedang mamatangkan pilihan booth yang akan kelas kami tampilkan dalam festival kebudayaan, rasanya seperti tak nyata.

Hanekawa.

Kau tahu, nama belakangnya secara umum berarti medan pertempuran, tapi sifatnya benar-benar berkebalikan dari memberontak.

Yang ini sih benar-benar jauh diatas memberontak. Tidak, bahkan cukup beralasan jika dibilang namanya sangat sesuai untuknya. Hanekawa dalam hal ini telah membuat sebuah penilaian karakter yang sangat keliru, mungkin bisa jadi meremehkan.

“Kamu sudah bertanya ke Hanekawa tentang kehidupanku selama SMP, apakah pak Hoshina wali kelas kita berikutnya? Atau barangkali kamu mau langsung saja ke bu Harukami si perawat?”

Menjawab? Mustahil. Aku tak tahu pasti apa yang sebenarnya dia harapkan dariku, saat aku sadari dia secara berlebihan menghela nafas seolah-olah mengekspresikan kekecewaannya.

“Aku ceroboh. Meskipun aku sudah sangat berhati-hati setiap kali aku berjalan di tangga, bisa-bisanya kita berada pada kondisi seperti saat ini. Ini seperti perumpamaan yang sering dikatakan orang Jepang tentang seorang petapa yang telah berkotbah selama seratus malam, tapi sebuah kentut merusak semua usahanya. Benar-benar, nama baik itu lebih cepat hilangnya daripada diperolehnya. Kau setuju dengan itu?”

Inilah dia, seorang gadis yang meskipun nampak manis dan lembut, tapi tak ragu-ragu menggunakan kata “kentut” dalam monolognya. Aku berpikir sebagai seorang pria sejati yang dalam hati menentang pilihan kata-katanya.

“Siapa yang bisa membayangkan kalau kulit pisang bisa berada di tempat seperti itu?”

Rasanya seperti, saat ini nyawaku berada di genggaman seorang wanita yang terpeleset kulit pisang. Tunggu, sekali lagi, bagaimana caranya kulit pisang bisa berada di tangga sekolah?

“Kamu menyadarinya kan?” Senjougahara bertanya padaku. Kebengisan masih ada di matanya. Aku akan sial sekali jika ternyata dia benar-benar adalah putri keluarga kaya raya.

“Kecurigaanmu tepat sekali. Aku memang tak punya berat badan.”

Jadi itu bukanlah imajinasiku saja.

“Tapi, mengatakan bahwa tak punya berat badan sebenarnya kurang tepat. Berdasarkan tinggi badan dan bentuk tubuhku, nampaknya berat badanku seharusnya sedikit lebih dari 45 kilogram.” Jadi, seharusnya dia sedikit lebih dari 50 kilogram, seratus sepuluh pound.

Aku merasakan pipi kiriku tertarik, pipi kananku menegang.

Siaal...

“Jangan berpikir aku akan mengampuni pikiran kotormu. Kau baru saja membayangkan aku telanjang kan?”

Dia sepenuhnya keliru. Tapi nalurinya cukup tajam.

“Aku pasti sedikit saja lebih dari 45 kilogram,” Senjougahara memastikan.

Dia bersikukuh dengan kata-katanya. “Tapi.., berat badanku sekarang sebenarnya Cuma lima kilogram.”
Lima kilogram, sebelas pound. Berat badan itu tak jauh beda dengan bayi yang baru lahir. Jika seseorang berpikir tentang barbel seberat lima kilogram, maka sulit untuk dibilang ringan. Tapi bagaimanapun juga, dalam hal ini, persoalannya adalah kepadatan. Jika berat itu tersebar ke seluruh volume tubuh seorang dewasa maka berat sejumlah itu bisa dibilang tidak ada. Untuk bisa mengangkat berat sejumlah itu, tentu saja sangat mudah.

“Kalau mau akurat, timbangan-lah yang menunjukkan berat badanku lima kilogram. Aku sendiri tak merasakannya. Bahkan sekarang, rasanya sama saja dengan saat aku masih 45 kilogram.”

Apakah ini terjadi karena gravitasi hanya memberikan pengaruh yang sedikit saja padanya? Jika kita mempertimbangkan tak hanya berat tapi juga volumenya; kepadatan relatif air adalah satu, tubuh manusia sebagian besarnya terdiri dari air, oleh karena itu kepadatan relatif tubuh manusia juga mendekati satu. Dengan hitungan kasar, kepadatan tubuh Senjougahara hanya seper sepuluh dari itu.

Konsekuensinya, dia akan menderita osteoporosis karena kekurangan kepadatan tulang. Tak hanya itu, organ dalam tubuhnya termasuk otaknya tidak akan berfungsi dengan baik.

Tetapi hipotesisku itu ternyata keliru. Ini bukan masalah analisis angka-angka.

“Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan.”

Benarkah?

“Kamu terus-terusan melirik dadaku dari tadi. Menjijikkan!”

Tidak tidak tidak..., aku tak melakukan itu!

Nampaknya Senjougahara ini gadis SMA yang sangat sadar diri. Bisa dipahami karena mengingat fisik dan kecantikannya. Andai saja kesadaran diri itu bisa sedikiiit saja diberikan kepada ketua kelas di sebrang dinding ini, seper seribu pun tak apa.

“Karena inilah aku benci manusia rendahan sepertimu.” Dalam situasi saat ini sepertinya menjelaskan kesalahpahamannya adalah hal yang mustahil.

Singkat kata, Senjougahara jauh dari istilah gadis sakit-sakitan yang aku tahu, reputasinya selama ini adalah palsu, sepenuhnya tidak benar. Dengan berat badan hanya lima kilogram, dia mustinya lemah dan sakit-sakitan, tapi kenyataannya tidak begitu. Contoh sederhananya, dia ini seperti makhluk planet lain yang gravitasinya sepuluh kali lebih kuat daripada bumi. Kekuatan fisiknya patut diperhitungkan.

Terlebih lagi dia sebelumnya adalah bintangnya tim balap lari. Sekurang-kurangnya selama dia tidak bertabrakan dengan orang lain.

“Kejadiannya setelah aku lulus dari SMP, tapi sebelum aku masuk SMA,” kata Senjougahara. “Aku bukan lagi siswi SMP, tapi juga belum menjadi siswi SMA. Saat itu bahkan belum masuk libur musim semi. Saat itu aku benar-benar masih seperti orang yang tak berguna, saat aku kemudian menjadi seperti ini.”

“..............”

“Saat itulah aku bertemu dengan..., seekor kepiting.”

Kepiting? Itulah istilah yang dia gunakan. Kepiting seperti dalam seafood? Kepiting krustasea berkaki sepuluh yang tergolong dalam phylum anthropoda? Dia bertemu dengan..., itu?

“Dia mengambil berat badanku ke akar-akarnya, dan membuangnya begitu saja.”

Kepiting itu mengambil berat badannya?

“Oh. Tak mengapa kalau kamu tak tak paham sedikitpun. Jika kamu turut campur lebih jauh lagi, akan jadi masalah buatku. Aku menceritakan ini, hanya untuk memberitahumu hal ini Araragi. Araragi, Araragi, oh Koyomi Araragi.”

Dengan lembut dan berulang-ulang dia menyebut namaku.

“Ya, aku tak punya berat badan. Gaya gravitasi yang diterima tubuhku hampir tak ada sama sekali. Tetapi aku tak peduli. Ini hanya seperti cerita dalam komik Dunia Aneh Yousuke. Apakah kamu juga penggemar Yousuke Takahashi?

No comment.

“Satu-satunya orang yang tahu hal ini hanyalah suster Harukami. Sebelumnya hanya suster Harukami yang mungil. Pak Yoshiki kepala sekolah kita, pak Shima wakil kepala sekolah, pak Irikana bagian akademis, dan pak Hoshina wali kelas kita tak tahu apa-apa. Hanya suster Harukami, dan sekarang ditambah denganmu Araragi.”

“................”

“Jadi sekarang, apa yang harus aku lakukan agar kau tak bersuara sepatah katapun tentang hal ini kepada orang lain? Demi diriku sendiri, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan agar kau bersumpah demi Tuhan bahwa kamu tidak akan membuka rahasiaku? Bagaimana caranya aku membungkam mulutmu selamanya?”

Di tangan kanannya ada cutter. Di tangan kirinya ada staples.

Perempuan ini benar-benar sudah gila. Apakah dia serius ingin melukai teman sekelasnya sendiri? Apakah mungkin mengijinkan dia tetap berada disini? Menyadari bahwa selama ini aku duduk bersebelahan dengan perempuan gila, di kelas yang sama selama dua tahun, cukup untuk membuat bulu kudukku berdiri.

“dokter-dokter di Rumah Sakit semuanya mengatakan bahwa penyebabnya tak diketahui. Atau, barangkali mereka pikir memang sejak semula tak ada penyebabnya sama sekali. Setelah semua yang mereka lakukan padaku, pada setiap lekuk dan sudut tubuhku, mempermalukanku, pada akhirnya hanya itulah jawaban yang mereka berikan. Sama sekali tak memuaskan, bukankah begitu? Beginilah adanya aku, mereka bilang. Beginilah seharusnya aku.” Umpat Senjougahara, seolah merendahkan diri sendiri.

Tidakkah kau pikir ini menggelikan? Meskipun sampai SMP aku ini gadis kecil yang imut.”

Untuk saat ini, aku memutuskan untuk mengabaikan fakta bahwa dia menyebut dirinya sendiri imut.

Nampaknya semua kunjungannya ke Rumah Sakit, keterlambatannya, pulang sebelum waktunya, dan ketidak hadirannya seluruhnya asli. Bahwa kunjungannya ke UKS. Aku mencoba membayangkan bagaimana perasaan Senjougahara. Dia tidak sepertiku yang merasakan siksaan neraka itu hanya selama dua minggu liburan musim semi saja. Melainkan semenjak masuk SMA, selama dua tahun penuh, bahkan lebih. Seberapa jauh dia ditinggalkan. Seberapa jauh dia diabaikan. Lebih dari cukup waktu untuk keduanya.

“Apakah kau merasa kasihan padaku? Baik sekali kamu.” Senjugahara yang seolah-olah telah membaca pikiranku, mendesis dengan sinis. Seoalah-olah dia jijik oleh pikiran itu.

“Tapi aku tak butuh kebaikanmu.”

“...............”

“Satu-satunya yang aku butuhkan adalah kau tutup mulut, dan bersikaplah apatis. Bersediakah kamu melakukan itu untukku? Kamu punya pipi yang halus, kamu lebih memilih untuk mempertahankan itu kan?” Pada saat seperti itulah, Senjougahara tersenyum.

“Araragi, jika kamu bersumpah untuk tutup mulut dan bersikap apatis, mengangguklah dua kali. Sikap dan tindakan lainnya, termasuk diam saja, akan aku pertimbangkan sebagai ancaman dan aku akan segera mengambil tindakan.” Senjougahara meyakinkanku tanpa sedikitpun merasa ragu.

Pilihanku sangat terbatas saat ini. Aku mengangguk, dua kali. Dengan jelas.

“Baiklah.”

Dia nampak lega setelah tahu jawabanku. Terlepas dari kenyataan bahwa sepenuhnya tak ada ruang untuk negosiasi dan tawar menawar, hanya bisa patuh pada permintaan-nya. Terlepas dari kenyataan bahwa aku tak punya pilihan lain. Saat Senjougahara mengetahui jawabanku, dia nampak lega.

“Terima kasih.” Pertama-tama, dia menarik cutter dari sisi dalam pipiku, lebih pada perlahan-lahan dan berlambat-lambat, daripada berhati-hati, dia menarik bilah cutter itu dari rongga mulutku. Senjougahara bergerak seolah-olah ingin meyakinkan bahwa dia tak berniat berbuat kesalahan dan melukaiku. Dia kemudian menarik masuk cutter kedalam sarungnya,  dengan sangat perlahan, satu demi satu.

Berikutnya adalah staples.

KECLAAKKK!

“...GGghhhhh,,,!!”

Aku sungguh tak percaya ini.

Senjougahara dengan kekuatan penuh meremas logam di tangan kanannya itu. Dan, sebelum aku mampu bereaksi atas datangnya rasa sakit yang sangat menyiksa, dia dengan lincahnya telah menarik keluar staples itu dari mulutku.

Seketika aku ambruk di tempatku, berjongkok, aku mengelus-elus pipiku.

“Oooo..., oowwwh...”

“Oh tuhan, kau tidak menjerit. Mengagumkan sekali.” Kata senjougahara. Suaranya seolah-olah tanpa rasa bersalah sedikitpun.


Bab 3 (part 1)      Daftar Isi       Bab 3 (part 3)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NIHONKOKU SHOUKAN web novel (Japan Summons/Summoning Japan)

NIHONKOKU SHOUKAN  (web novel) Summoning Japan/Japan Summons Bab II : Gangguan Kalender Pusat tanggal 22 Maret 1639, pagi hari Dua bulan yang lalu kepulauan Jepang mengalami perpindahan dunia. Mereka segera membuat kontak dengan Prinsipaliti Kua Toine dan Kerajaan Quira untuk membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara tersebut. Setelah hubungan itu terbentuk, pemerintahan Kua Toine mengalami perubahan paling drastis sepanjang sejarahnya.  Jepang mengajukan permintaan bahan makanan dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Tetapi Kua Toine yang telah berhasil memenuhi kebutuhan pangan yang layak bahkan untuk ternak-ternak mereka, juga berhasil memenuhi permintaan Jepang itu. Bahkan Kerajaan Quira dengan tanahnya yang gersang dan tidak produktif adalah sumber harta karun yang melimpah menurut Jepang dan mereka pun juga mulai melakukan ekspor ke Jepang. Sebaliknya untuk membayar barang-barang itu, Jepang mulai mengekspor infrastruktur, contohnya metode untuk me

NIHONKOKU SHOUKAN web novel (Japan Summons/Summoning Japan)

NIHONKOKU SHOUKAN (web novel) Summoning Japan/Japan Summons kredit kepada ilustrator asli: Toi8 Deskripsi: Suatu hari, Seluruh Jepang terpindahkan ke dunia lain. Disebabkan oleh kecilnya produksi pangan dan ketergantungan pada produk impor dari negara lain, Jepang menghadapi krisis pangan. Untuk memperlambat efek kelaparan yang dihadapi oleh penduduknya, pemerintah Jepang menyatakan keadaan darurat. Pasukan Angkatan Udara Bela Diri Jepang ( Japan Air Self Defense Force/JASDF ) melakukan eksplorasi di kawasan sekitar dan menemukan daratan luas kira-kira 1000km ke arah barat daya – Benua Rodenius. Jepang berhasil memecahkan masalah kekurangan pangan setelah memasuki hubungan diplomatik dengan Prinsipaliti Kua Toine dan Kerajaan Quira. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, negara lain di benua itu, Kerajaan Rowlia yang selama ini memegang hegemoni, menyatakan perang dengan Kua Toine dan Quira. Untuk menghadapi krisis baru ini, bagaimana Jepang akan merespon

NIHONKOKU SHOUKAN web novel (Japan Summons/Summoning Japan)

NIHONKOKU SHOUKAN  (web novel) Summoning Japan/Japan Summons Pembuka dari penterjemah: setelah sekian lama hiatus dari menterjemahkan, akhirnya sempat juga. Selamat menikmati kembali kelanjutan cerita Jepang di dunia lain. Bab III: Tragedi Kota Gim Kota Gim, 20km dari Perbatasan Bagian Barat Prinsipaliti Kua Toine Siang Hari tanggal 11 April tahun 1639 Kalender Pusat Skadron Naga I dan II, Ordo Ksatria Barat Moiji, Kapten Ordo Ksatria Barat, merasa tidak tenang. Pasukan Barat terdiri dari 2.500 infanteri, 200 pemanah, 500infanteri berat, 200 kavaleri, 100 kavaleri ringan, 24 naga, dan 30 penyihir. Kua Toine memiliki pasukan siap tempur karena selama ini mereka selalu dalam keadaan setengah darurat, tetapi kekuatan musuh yang dapat mereka saksikan di sepanjang perbatasan melampaui yang mereka miliki. Terlebih lagi, seluruh komunikasi yang mereka kirimkan secara sengaja selalu diabaikan oleh pihak Rowlia. Sesuai arahan dari Pemerintah, sebagian warg