CERITAKUCING (PUTIH)
BAB 003
Setelah sarapan, aku ganti baju seragam dan segera berangkat. Nampaknya hal semacam ini akan menghabiskan 80 halaman bagi Araragi hingga dia berangkat sekolah, tapi segini saja cukup bagiku. Inilah perbedaan nyata antara rumah dengan ruang yang tak ingin kau tinggalkan dan yang sebaliknya.
Jadi, dengan datangnya hari ini maka catur wulan baru telah dimulai. Itu membuatku merasa lega. Rasanya seperti telah terselamatkan. Ya, catur wulan baru bagiku rasanya seperti penyelamat.
Hari libur adalah hari untuk jalan-jalan. Meskipun aku bilang begitu, tapi kenyataannya aku hanya berkeliaran di sekitar sini saja. Sepertinya aku sudah jadi berandalan juga. Posisiku sejak awal liburan musim panas adalah sebagai guru les bagi Araragi untuk meningkatkan kemampuan akademisnya demi menghadapi seleksi masuk perguruan tinggi. Tapi dari sudut pandang yang lain, hal itu bisa jadi merupakan alasan bagiku untuk tidak kembali ke rumah itu.
Karena itulah, sekolah membuatku merasa lega. Membuatku merasa nyaman.
Tak peduli apakah berkeliaran, menjadi guru les maupun pergi ke sekolah, kenyataan bahwa pada akhirnya aku tetap harus kembali ke rumah itu bukanlah sesuatu yang cukup melankolis, begitulah. Bagiku, hal itu tak lebih dari sekedar “kembali”, tak pernah menjadi “pulang”.
Pada akhirnya, Tyltyl dan Myltyl menyadari bahwa Burung Biru Kebahagiaan yang mereka cari itu sebenarnya ada di rumah mereka sendiri. Tapi kemana Burung Biru Kebahagiaan itu harus dicari oleh orang-orang yang tak punya rumah? Harusnya kita mencari sesuatu yang lain? Barangkali yang semestinya kita cari bukanlah Burung Biru, melainkan Kucing Putih.
Disamping itu, kalau kita bicara pesimis, bahkan meskipun Burung Biru Kebahagiaan itu ada di rumah kita sendiri, tak lantas berarti Hewan Buas Kemalangan tidak sedang mengintai ditempat yang sama.
Itulah yang aku pikirkan sembari berjalan. Dan betapa beruntungnya aku, siapakah gadis berkuncir dua yang kutemui di jalan ini?
“Oh, Hanekawa?” gadis itu, Hachikuji Mayoi, menoleh dan menyapaku manis sekali. Apapun yang diperbuatnya nampak menggemaskan. Seberapa banyak dia menyadari bahwa kecantikannya itu membuat Araragi tergila-gila?
“Jadi hari ini kau mulai masuk sekolah ya Hanekawa?”
“Ya, begitulah.”
“Mencurahkan diri untuk belajar adalah perjuangan yang berat ya? Bahkan bagiku yang masih SD, aku ingat hari-hari dimana aku harus menghadapi ujian dan cobaan. PR-PR yang menggunung bahkan selama liburan musim panas adalah catatan sejarah perangku.”
“Huh...?” Yang dikatakannya tak cocok untuk dibicarakan dengan orang lain selain Araragi. Aku hanya dapat merespon begitu saat berpikir demikian.
“Apa yang kamu lakukan disini Mayoi?”
“Aku sedang mencari Araragi.” Katanya. “Ya tuhan...”
Seharusnya aku yang berkata begitu. Aku bisa memahami jika Araragi yang sedang berkeliaran mencari Mayoi, tapi kali ini tak biasanya justru Mayoi yang mencari-cari Araragi.
Sebenarnya kalau diingat-ingat, hal semacam ini pernah terjadi juga sebelumnya. Saat itu karena Shinobu menghilang, ya kan? Mungkinkah hal serupa terjadi lagi sekarang?
Seolah-olah bisa melihat ekspresiku dan menyadari ketakutanku yang tak penting, Mayoi berkata, “oh, gak begitu kok.”
“Ini bukan hal yang besar. Aku hanya ketinggalan sesuatu di rumah Araragi dan aku ingin mengambilnya.”
“Ketinggalan sesuatu?”
“Ini”, kata Mayoi sambil menunjuk punggungnya. Pada mulanya aku hanya melihat punggung yang indah tanpa membawa apa-apa, tapi setelah kuingat-ingat baru aku merasa aneh karena tak ada apapun di punggungnya. Ciri kah dari Mayoi adalah dia selalu membawa tas punggung, kapanpun dan dimanapun. Tas punggungnya itu tidak ada.
Apa yang terjadi? “Tunggu! Apa yang kamu katakan tadi Mayoi? Kamu meninggalkan sesuatu di rumah Araragi?”
“Ya, aku diajak kerumahnya kemarin.” Kata Mayoi dengan suara ragu, masih memunggungiku. “Saat itulah aku ceroboh hingga ketinggalan tas punggungku.”
“Diajak?”
“Aku digelandangnya.”
“Hmm..., kedengarannya seperti sebuah tindak kejahatan.”
Jika aku bertanya lagi, bisa jadi penculikan itu berujung perkosaan. Jadi aku tak berani menekankan masalah ini. Kenyataannya saat ini, Mayoi meninggalkan tasnya di rumah Araragi. Meskipun kurasa itu ceroboh sekali. “Tapi kalau begitu, kenapa kamu tak pergi ke rumah Araragi lagi saja?”
Arahnya sudah benar-benar keliru. Kenapa dia berada disini?
“Tentu saja aku sudah kerumahnya tadi. Tapi sepedanya tak ada, jadi sepertinya dia sudah pergi.”
“Huuh..? Apakah Araragi pergi ke sekolah sepagi itu?”
Aku tak mau berlama-lama lagi di rumah itu sehingga aku berangkat ke sekolah sesegera mungkin. Tapi bagi Araragi, meskipun dia ingin melakukan itu, adik-adiknya tak akan mengijinkannya sampai-sampai kau bisa menyebutnya sebagai tahanan rumah yang menyenangkan. Pasti ada alasan yang penting sekali sehingga dia meninggalkan rumahnya sepagi itu.
“Mungkin karena sejak semalam dia belum pulang, karena ada suatu urusan penting yang harus dia selesaikan terlebih dahulu.”
Jadi, dia tidak berangkat pagi-pagi. Dia hanya belum pulang saja.
“Oh, aku gak kepikiran itu. Hanekawa banget, kau seperti detektif saja. Itu sangat mungkin. Mungkin ada situasi yang sangat genting setelah aku berhasil meloloskan diri dari rumah Araragi.”
Mari kita abaikan bagian mengerikan mengenai bagaimana dia bisa “meloloskan diri”, yang nampaknya juga sangat genting. Aku punya firasat bahwa jika aku memaksa untuk tahu, maka akan ada banyak fakta menyedihkan yang akan muncul ke permukaan.
“Karena kurasa dia tak akan langsung ke sekolah, maka aku mencari-carinya kemana-mana.”
“Kamu sepertinya gak pintar mencari orang ya Mayoi?” Dia terlalu asal-asalan.
Bagaimana mungkin dia ingin menemukan Araragi dengan cara seperti itu? Dia tak memiliki pentunjuk sama sekali.
“Oh gak gitu. Buktinya aku berhasil bertemu Hanekawa, jadi kurasa kemampuan investigasiku cukup bisa diandalkan.”
“Kamu optimis sekali....”
“meskipun aku tak tahu apakah bagimu bertemu denganku adalah keberuntungan, Hanekawa.”
“Hm? Kenapa tidak? Kamu sudah dianggap sebagai keberuntungan itu sendiri di sekitar sini Mayoi. Orang-orang bilang sesuatu yang baik akan terjadi bagi orang yang hari itu melihatmu.”
“Jangan mengarang legenda aneh semacam itu...”
Sumbernya tentu saja Araragi. Dia tak ada tandingannya dalam urusan menyebarkan rumor. Dia benar-benar berbakat dalam mengarang cerita horor.
“Jika nanti aku bertemu dengannya di sekolah, akan aku beritahu dia bahwa kau mencarinya.”
“Terimakasih banyak.”
Dia membungkuk dengan sopan sembari berterimakasih. Mayoi melanjutkan perjalanannya ke arahnya tadi, manis sekali. Tentu saja dia tak banyak mengobrol denganku seperti yang dilakukannya dengan Araragi. Aku iri, betapa Araragi bisa berbicara akrab dengan gadis semanis itu, sebagaimana aku iri pada Mayoi yang bisa mengobrol tak habis-habis dengan Araragi.
Bagi Araragi mungkin hal yang biasa saja, tapi bagiku itu keajaiban. Aku iri.
“Sampai jumpa lagi Hanekawa!”
Mayoi sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan padaku. Aku membalas lambaian tangannya. “Yaa.., sampai jumpa lagi!”
“Episode tentang Araragi denganku akan ada di novel berikutnya!!”
“Itu bukan lagi bocoran kalau kau mengatakannya.”
Ini bukan lagi sekedar bocoran. Ini iklan.
Pada akhirnya, seperti yang biasa Araragi lakukan pada Mayoi, akupun menggodanya
- Bab sebelumnya daftar isi Bab selanjutnya
Komentar
Posting Komentar